UNPI.AC.ID, CIANJUR - Aliansi Peduli Cagar Budaya dirintis oleh sejumlah kalangan yang peduli pada pelestarian cagar budaya di Kota Bengawan. Wadah tersebut akan dimanfaatkan untuk berbagi pengalaman sesama warga yang peduli pada pelestarian cagar budaya.
Pentingnya pembentukan aliansi peduli cagar budaya di Kota Solo, dikatakan akademisi asal Institut Teknologi Bandung, Bambang Setia Budi, di sela kegiatan Sarasehan Pemerhati Cagar Budaya di Balai Soedjatmoko Bentara Budaya.
Ia menjelaskan, "Kita butuh wadah untuk menyatukan berbagai stakeholder cagar budaya. Secara kelembagaan aliansi lebih terstruktur, berkelanjutan, dan punya daya tahan yang lebih stabil. Suara dari aliansi tentu juga lebih didengarkan pemerintah."
Bambang mengungkapkan, "Sementara ini sudah ada upaya riset dan dokumentasi sebagai bahan diskusi. Setelah ada penguatan gagasan dari forum semacam ini, ketika berbicara dengan pihak lain argumen kita lebih kuat." Aliansi tersebut nantinya juga bisa menjadi ruang mendiskusikan hasil riset atau dokumentasi cagar budaya.
Kebutuhan aliansi peduli cagar budaya di Kota Solo sudah mendesak dibentuk, kata Pegiat Laku Lampah (komunitas yang tergerak menggali tempat-tempat bersejarah), Fendi Fauzi Alfiansyah.
Ia berujar, "Selama ini di lapangan, sesama komunitas penyuka bangunan bersejarah sering ada prasangka. Teman komunitas di luar daerah juga. Adanya aliansi ini membantu kami menyamakan visi dan mengurangi prasangka."
Aliansi yang diinisiasi sejumlah kalangan mulai dari akademisi, seniman, budayawan, hingga tokoh masyarakat tersebut merupakan bentuk aksi nyata kepedulian warga pada pelestarian cagar budaya, menurut budayawan Suprapto Suryodarmoyang akrab disapa Mbah Prapto.
"Harus ada ahli [akademisi], keterlibatan komunitas, keberadaan pemodal [swasta/investor], serta dukungan stakeholder. Itu yang menentukan kelestarian cagar budaya," menurut peneliti sejarah cagar budaya Solo dari Utrecht University, Bimo Hernowo.