UNPI-CIANJUR.AC.ID - Aliran dana teroris yang bersumber dari Australia meski masih diselidiki jika dana itu ada kaitannya dengan peristiwa bom kawasan Sarinah Jakarta Pusat, ditemukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Kepala PPATK Dr Muhammad Yusuf mengatakan, "Empat staf PPATK di Australia melaporkan ada warga Australia bernama L yang mentransfer uang ke rekening istrinya yang kebetulan dari Nusa Tenggara."
Yusuf didampingi Kapolda Jatim Irjen Pol Anton Setiadji mengatakan, istri L itu memberikan sebagian uangnya kepada H. "Uangnya memang ada yang dialirkan ke sebuah yayasan, tapi ada yang diberikan kepada H. Kebetulan H adalah terduga teroris yang memasok senjata dari Filipina ke Indonesia." Sejumlah rekan H yang menerima senjata itu ada yang berangkat ke Suriah.
Ia menambahkan, "Jadi, patut diduga ada aliran dana dari Australia ke Indonesia, tapi kaitan dengan bom Sarinah (peristiwa 14 Januari) perlu ditindaklanjuti (dengan pemeriksaan)."
Yusuf berujar, "Saya sudah menyurati Menko Polhukam bahwa untuk menangkal terorisme itu tidak hanya dengan merevisi UU Terorisme, tapi UU Kepabeanan juga perlu direvisi." Revisi penting untuk UU Kepabeanan antara lain dengan memberikan kewenangan kepada Polri untuk menangani kasus penyelundupan di wilayah kepabeanan.
Ia mengatakan, "Kasus kepabeanan selama ini ditangani petugas Bea dan Cukai, padahal tidak semua kepabeanan memiliki petugas Bea dan Cukai, karena itu Polri bisa melengkapi keterbatasan Bea dan Cukai itu." PPATK menemukan bea kepabenan sekitar Rp800 miliar yang tidak dilaporkan ke kas negara. "Itu karena petugas Bea dan Cukai memiliki keterbatasan sumber daya manusia."
Polri juga memiliki kemampuan penyelidikan dan penyidikan terkait barang selundupan yang terkait dengan jaringan terorisme atau sindikat narkoba, ungkap Yusuf.