UNPI-CIANJUR.AC.ID - Sumber daya manusia di bidang digital dipercaya jadi menjadi hambatan terbesar di Jakarta dalam menghadapi peralihan bisnis, menurut sebuah riset terhadap eksekutif perusahaan di berbagai kota di dunia.
Riset yang digagas oleh Telstra, perusahaan induk dari TelkomTelstra, menunjukkan Jakarta sebagai salah satu dari 45 kota yang punya daya dukung yang tinggi terhadap adaptasi digital. Economis Intelligence Unit (EIU) sebagai pelaksana riset menyimpulkan Jakarta menempati peringkat ke-8 dalam persoalan ini.
Kendati demikian, pencapaian Jakarta ini bukan tanpa masalah. Hasil riset menunjukkan ibukota masih kesulitan memenuhi permintaan SDM di bidang teknologi. Sekitar 36 persen petinggi perusahaan di Jakarta menganggap ketersediaan SDM sebagai kendala terbesar.
Erik Meijer, Presiden DIrektur Telkomtelstra, mengatakan, "Seiring bisnis berkembang dengan cepat untuk bersaing di era digital, masih dirasakan adanya ketimpangan antara universitas dan kurikulum yang diterapkan dengan kebutuhan terkini dunia usaha."
Minimnya SDM ahli dalam kerangka bisnis digital memaksa perusahaan mengimpor tenaga asing. Erik menganggap hal itu sebagai fenomena umum di setiap negara selain Indonesia. Namun ia berharap lembaga pendidikan lokal dapat membekali pelajar dengan pengetahuan yang lebih relevan ke zamannya seperti membangun perusahaan rintisan atau startup.
Riset itu memperlihatkan keamanan digital adalah bidang keahlian yang paling didambakan oleh pimpinan perusahaan saat ini. Ada 41 persen eksekutif di Jakarta yang berharap ahli keamanan digital dapat lebih banyak lagi.
EIU melakukan riset kepada a2.620 eksekutif dari 45 kota di dunia, kebanyakan di antaranya adalah kota-kota di Asia Pasifik. Dari jumlah itu, hanya ada sekitar 70 eksekutif Jakarta yang berpartisipasi di riset tersebut.
Keterbatasan SDM ini jadi masalah karena peralihan bisnis ke bentuk digital semakin cepat, namun persediaan SDM yang ahli di bidangnya bisa dibilang sangat terbatas.